Kamis, April 24, 2025
spot_img

Latest Posts

MENGAJAR DENGAN HATI

Afrezi Miftahul Husna, S.Pd

 

Suasana di pelataran di salah satu SMA, terlihat ramai sekali. Hilir mudik kendaraan  roda dua dan empat datang silih berganti,  mengantar Si Putih abu-abu. Di halaman sekolah, terlihat beberapa pelajar sedang duduk di bawah pohon mangga sambil membaca buku setebal seratus halaman lebih.  Sementara kelompok pelajar lainnya sedang bersenda gurau, bercerita tentang pengalaman kocaknya masing-masing, diiringi gelak tawa diantara mereka.

Namun tiba-tiba aktivitas mereka mendadak terhenti lantaran melihat seorang remaja putri yang baru saja tiba ke sekolah. Remaja putri tersebut tidak lain adalah Bunga yang sudah sekian lama tidak masuk sekolah. Mereka saling berbisik dengan suara pelan, membicarakan Bunga yang baru terlihat batang hidungnya.

Bunga yang berparas cantik, berhidung mancung, dan berkulit putih,  telah menjadi buah bibir di sekolahnya. Mereka membicarakan Bunga bukan tanpa sebab. Bunga yang berulang kali  dipanggil oleh guru Bimbingan Konseling (BK), masih saja tidak mengindahkan warning yang diberikan olehnya. Ia tetap saja datang dan pulang sekolah sesuka hatinya.

Berulang kali teguran diberikan dari sekolah, bahkan tak tanggung-tanggung Bunga diberikan sanksi untuk membersihkan toilet dan juga sanksi lainnya. Namun sanksi itu tak juga merubah kebiasaan buruknya. Hal itu membuat dewan guru dan Kepala Sekolah bersepakat untuk mengeluarkan Bunga dari sekolahnya.

Karena sikap Bunga yang demikian, dapat menjadi preseden buruk bagi siswa lain di sekolah itu. Bahkan siswa yang lain sudah mulai berani ikut-ikutan Bunga, datang sesuka hatinya.

Melihat kenyataan ini, saya merasa terpanggil untuk membantu sekolah dan membantu Bunga untuk keluar dari masalahnya. Saya yakin perubahan yang terjadi pada Bunga bukan tanpa sebab. Tentu ada alasan lain di balik prilaku Bunga selama ini. Mengapa Bunga bersikap demikian?

Saya pun menghadap Kepala Sekolah, dan memohon agar Bunga diberi kesempatan lagi. Alhamdulillah Bapak Kepala sekolah mengabulkan permohonan saya, dan beliau memberi  kesempatan satu bulan kepada Bunga untuk berubah.  Saya juga meminta kepada Bapak Kepala Sekolah agar saya diberi kesempatan untuk mengajar di kelas tersebut. Dengan tujuan, saya ingin  mengurai pemasalahan yang sedang dihadapi Bunga.

Sejak hari itu juga saya ditugaskan untuk mengajar di kelas Bunga. Saya pun menjalankan misi pertama saya untuk mencari tahu mengapa Bunga malas-malasan untuk belajar?

Misi saya dimulai dengan pendekatan personal. Setiap kali saya mengajar, saya selalu menyelipkan nasihat-nasihat untuk anak didik saya. Saya juga menyelipkan cerita tentang pengalaman hidup saya yang penuh warna. Tujuannya adalah untuk memotivasi siswa, bahwa hidup ini penuh dengan perjuangan.

Sampailah pada minggu kedua, dimana saya diberi kesempatan untuk mengawas ujian semester di kelasnya Bunga. Kesempatan emas itu tidak saya sia-siakan untuk melakukan pendekatan secara personal. Saya keliling kelas, dan sekali-kali berhenti di dekat Bunga. Sayangnya Bunga terlihat cuek kepada saya, dan hanya fokus kepada ujian semester. Saya pun kembali ke depan, dan duduk di kursi pengawas ruang.

Sambil mengawasi siswa yang lain, sesekali pandangan saya tertuju pada Bunga. Saya tahu dari raut wajahnya, ia sedang mengalami kesulitan dalam menjawab soal. Saya pun mendekatinya, lalu menanyakan tentang kesulitannya. Di luar dugaan saya, ia mengungkapkan kesulitannya dalam menjawab soal ujian. Saya mencoba menjelaskan maksud dari soal tersebut, tanpa membocorkan jawabannya. Ia tersenyum sambil mengangguk-angguk, seolah telah memahami apa yang telah saya jelaskan tadi.

Keesokan harinya saya kembali mengawas di kelas yang sama. Entah mengapa  pagi itu wajah Bunga terlihat tak seperti biasanya. Pagi itu wajahnya terlihat berseri-seri, bak bulan purnama. Ia menatapku sambil tersenyum, lalu memanggilku dengan berbisik. Ternyata ia kembali mengalami kesulitan dalam menjawab soal ujian semester.

Saya kembali mendekatinya, lalu menjelaskan maksud dari soal tadi. Lagi-lagi dia mengangguk-angguk sambil tersenyum, pertanda bahwa ia telah mengerti. Setelah itu saya pun kembali ke tempat duduk.

Dalam benak ku, sekaranglah saatnya mengirim pesan rahasia untuk Bunga. Saya meraih secuil kertas yang ada di atas meja, lalu menulis pesan untuk Bunga. Kemudian  menggulangnya, menjadi gulungan kecil, dan memberikannya ke Bunga. Bunga mengambil dan membaca pesan yang saya berikan. Terlihat diwajahnya sedikit tegang. Namun tak lama kemudian ia mengangguk, pertanda menyetujuinya.

Usai mengawas, saya pergi ke baso yang letaknya tidak jauh dari sekolah, diikuti oleh Bunga. Saya langsung memesan dua mangkuk baso, dan mempersilahkan Bunga untuk menyantapnya. Tanpa sepatah kata kami menyanyantap baso itu, sampai habis, tak tersisa. Ada seribu satu pertanyaan tersirat pada wajah Bunga. Ia menatapku dengan tanda tanya.

Saya tersnyum untuk merilekskan suasana. Setelah dirasa tepat, saya pun mengajak bunga untuk bicara dari hati ke hati, tentang masalah yang sedang dihadapinya. Untuk beberapa saat, ia pun terdiam tak sepatah kata keluar dari bibirnya. Beberapa menit kemudian, ia menarik napas panjang, lalu menuturkan masalah yang sedang dihadapinya sambil terbatah-batah diiringi tangisan pilu.

Ternyata yang menyebabkan Bunga jarang masuk sekolah, karena perceraian kedua orang tuanya. Masing-masing mereka telah menikah lagi, dan pergi meninggalkan  Bunga seorang diri. Untuk melupakan kenangan pahit itu, Bunga pun pergi dari rumah, dan lebih memilih untuk mengontrak di tempat lain. Ia juga bekerja sebagai tukang cuci di dekat kontrakannya, untuk membiayai sekolahnya.

Mendengar penuturan Bunga hati ku terenyuh dan terbawa perasaan. Tanpa terasa air mata ini telah tumpah membasahi pipi. Saya teringat masa lalu saya, saat dimana saya harus berjuang seorang diri untuk menggapai cita-cita.

Saya segera tersadar dan berusaha menguatkan hatinya. Bahwa hidup ini adalah sebuah perjuangan yang cukup panjang. Yakinlah bahwa Allah tidak akan menguji hamba-Nya, melebihi kemampuannya. Seperti halnya dengan Bunga.

Alhamdulillah sejak Bunga mau menceritakan masalahnya kepada saya, kini ia telah bangkit dan menjadi pribadi yang periang. Begitu juga dengan sekolahnya. Ia menjadi rajin sekolah, dan telah berubah menjadi seratus delapan puluh derajat.

Melihat perubahan yang terjadi pada diri Bunga, saya kembali menghadap Bapak Kepala Sekolah dan menceritakan permasalahan yang sedang dihadapi oleh Bunga. Wal hasil Bapak Kepala Sekolah tidak jadi mengeluarkan Bunga, bahkan semua biaya Bunga, dibebaskan oleh sekolah. Buah dari perjuangan semua guru di sekolah itu, Bunga pun akhirnya lulus.

Dari pengalaman ini telah mengajarkan kepada kita, bahwa tugas menjadi seorang guru bukan saja hanya mengajar, melainkan juga sebagai pendidik. Tak selamanya guru yang selalu marah-marah di depan kelas, akan membuat siswanya menjadi nurut begitu saja. Sebaliknya juga, tak selamanya guru yang selalu lembut di hadapan siswanya, akan kehilangan wibawanya. Mengajarlah dengan hati yang tulus, dengan penuh kelembutan. Insya Allah semua yang kita lakukan akan bernilai ibadah di hadapan Robb-Nya, aamiin.(Afrezi Miftahul Husna, S.Pd Guru Bimbingan konseling SMAN 1 Kalianda)

Latest Posts

Selamat dan Sukses

spot_imgspot_img

Selamat dan Sukses

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Populer Post

Space Iklan

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Stay in touch

To be updated with all the latest news, offers and special announcements.